BERTUJUAN memopulerkan kain tradisional Indonesia lewat gaya modern, Ikat Indonesia hadir meramaikan belantika mode Tanah Air. Ikat Indonesia bukanlah semata-mata label mode yang hanya ingin fokus pada tenun ikat semata, melainkan ingin menyebarkan sebuah konsep dan komitmen untuk memajukan kain tradisional Indonesia.
Maharditya Maulana, desainer Ikat Indonesia, mengatakan, awalnya ingin melihat kain tenun sama majunya dengan kain batik yang sudah lebih dahulu populer. ”Saya melihat sekarang kain tradisional Indonesia itu hanya tinggal menunggu diekspos. Batik sudah di-appreciate,sekarang giliran tenun yang bersinar,” ujarnya di acara peluncuran Ikat Indonesia di Ocha & Bella Restaurant, Wahid Hasyim, beberapa waktu lalu.
Adapun mengenai nama, pria yang akrab disapa Didiet itu mengatakan untuk awalnya, Ikat Indonesia memang diterjemahkan dalam koleksi yang sebagian atau hampir seluruhnya terbuat dari kain tenun ikat.
”Tapi nanti ke depannya, Ikat Indonesia akan menjadi sebuah konsep yang akan mengikat komitmen para pelaku dan pencinta mode untuk bersama-sama memajukan kain-kain Indonesia, tidak hanya terbatas pada tenun ikat semata,” sebut pria yang sebelumnya terjun di bisnis ritel fashion itu.
Ikat Indonesia memang merupakan brand baru, tapi sebenarnya, konsepnya sudah digodok cukup lama. ”Saya sudah lama tertarik pada kain-kain Indonesia, tapi kan tidak bisa begitu saja meluncurkan label, semua butuh proses dan lagi saya adalah orang yang percaya bahwa semua akan indah pada waktunya,” kata Didiet.
Dan, indah memang yang dihadirkan Didiet. Di antara para tamu undangan yang merupakan campuran fashionista dan sosialita Ibu Kota, mulai Titi DJ, Bunga Citra Lestari, Susan Bachtiar, Nadia Mulia, Izabel Jahja, hingga para desainer seperti Yongki Komaladi dan Edward Hutabart, Didiet menghadirkan ragam koleksi busana apik dalam motifmotif ikat nan memikat.
Sebut saja sackdress bergaya tailored yang terlihat simpel, namun memiliki twist di bagian punggung, ataupun gaun bernapas cheongsam dengan bukaan belakang. Lainnya, Didiet mengeksplorasi bentukan busana ready-to-wear dengan daya pakai tinggi lewat padanan blouse dan celana Capri ataupun palazzo.
Begitu juga dengan kombinasi tube top dengan harem pants.Tidak hanya daywear, Didiet juga melengkapi koleksinya denganeveningwear nan glamor, gaun-gaun lebar dengan rok menyentuh lantai, maxi dresses, hingga gaun bergaya one shoulder dihadirkan.
Namun, tidak seluruh koleksi Didiet kental dengan material tenun ikat. Di beberapa koleksi, Didiet terlihat ”keluar” jalur dengan menggunakanlace ketimbang tenun.
”Saya ingin konsumen bisa nyaman terlebih dahulu dengan tenun ikat. Jadi, untuk beberapa koleksi tenun ikat, saya jadikan lining di bagian dalam. Sementara di koleksi lain, tenun ikat menjadi material utama,”sebutnya.
Didiet mengaku bukanlah seorang yang ”expert” dalam hal kain tradisional Indonesia, terutama tenun. ”Saya masih terus belajar,” ujarnya, sembari menambahkan pengalamannya yang paling menyenangkan adalah menginap di rumah perajin dan terbiasa dengan irama alat tenun.
”Prosesnya panjang, tapi menyenangkan dan kami sama-sama belajar,” imbuh Didiet, yang mengatakan dirinya tidak ingin mengubah dasar motif tenun. ”Hanya menambah ukuran atau mengubah warna agar kain ikat bisa terlihat lebih modern,” tambah desainer muda yang menggunakan ikat Kalimantan, Bali, dan Sumba tersebut.
Didiet mengatakan, saat ini koleksinya memang belum bisa ditemukan di department store ataupun toko-toko besar. ”Masih di workshop di rumah, tapi alhamdulillah, responsnya sudah cukup bagus,” katanya, menambahkan hampir 60 persen koleksi yang dipamerkan di runwaysudah laku terjual.
”Sekarang ini saya masih menjajaki pasar,tapi ke depannya memang ada rencana bekerja sama dengan department store agar koleksi Ikat Indonesia bisa dinikmati pasar yang lebih luas,” sebut desainer yang mematok koleksinya dengan harga minimal Rp600 ribu tersebut.
sumber
Maharditya Maulana, desainer Ikat Indonesia, mengatakan, awalnya ingin melihat kain tenun sama majunya dengan kain batik yang sudah lebih dahulu populer. ”Saya melihat sekarang kain tradisional Indonesia itu hanya tinggal menunggu diekspos. Batik sudah di-appreciate,sekarang giliran tenun yang bersinar,” ujarnya di acara peluncuran Ikat Indonesia di Ocha & Bella Restaurant, Wahid Hasyim, beberapa waktu lalu.
Adapun mengenai nama, pria yang akrab disapa Didiet itu mengatakan untuk awalnya, Ikat Indonesia memang diterjemahkan dalam koleksi yang sebagian atau hampir seluruhnya terbuat dari kain tenun ikat.
”Tapi nanti ke depannya, Ikat Indonesia akan menjadi sebuah konsep yang akan mengikat komitmen para pelaku dan pencinta mode untuk bersama-sama memajukan kain-kain Indonesia, tidak hanya terbatas pada tenun ikat semata,” sebut pria yang sebelumnya terjun di bisnis ritel fashion itu.
Ikat Indonesia memang merupakan brand baru, tapi sebenarnya, konsepnya sudah digodok cukup lama. ”Saya sudah lama tertarik pada kain-kain Indonesia, tapi kan tidak bisa begitu saja meluncurkan label, semua butuh proses dan lagi saya adalah orang yang percaya bahwa semua akan indah pada waktunya,” kata Didiet.
Dan, indah memang yang dihadirkan Didiet. Di antara para tamu undangan yang merupakan campuran fashionista dan sosialita Ibu Kota, mulai Titi DJ, Bunga Citra Lestari, Susan Bachtiar, Nadia Mulia, Izabel Jahja, hingga para desainer seperti Yongki Komaladi dan Edward Hutabart, Didiet menghadirkan ragam koleksi busana apik dalam motifmotif ikat nan memikat.
Sebut saja sackdress bergaya tailored yang terlihat simpel, namun memiliki twist di bagian punggung, ataupun gaun bernapas cheongsam dengan bukaan belakang. Lainnya, Didiet mengeksplorasi bentukan busana ready-to-wear dengan daya pakai tinggi lewat padanan blouse dan celana Capri ataupun palazzo.
Begitu juga dengan kombinasi tube top dengan harem pants.Tidak hanya daywear, Didiet juga melengkapi koleksinya denganeveningwear nan glamor, gaun-gaun lebar dengan rok menyentuh lantai, maxi dresses, hingga gaun bergaya one shoulder dihadirkan.
Namun, tidak seluruh koleksi Didiet kental dengan material tenun ikat. Di beberapa koleksi, Didiet terlihat ”keluar” jalur dengan menggunakanlace ketimbang tenun.
”Saya ingin konsumen bisa nyaman terlebih dahulu dengan tenun ikat. Jadi, untuk beberapa koleksi tenun ikat, saya jadikan lining di bagian dalam. Sementara di koleksi lain, tenun ikat menjadi material utama,”sebutnya.
Didiet mengaku bukanlah seorang yang ”expert” dalam hal kain tradisional Indonesia, terutama tenun. ”Saya masih terus belajar,” ujarnya, sembari menambahkan pengalamannya yang paling menyenangkan adalah menginap di rumah perajin dan terbiasa dengan irama alat tenun.
”Prosesnya panjang, tapi menyenangkan dan kami sama-sama belajar,” imbuh Didiet, yang mengatakan dirinya tidak ingin mengubah dasar motif tenun. ”Hanya menambah ukuran atau mengubah warna agar kain ikat bisa terlihat lebih modern,” tambah desainer muda yang menggunakan ikat Kalimantan, Bali, dan Sumba tersebut.
Didiet mengatakan, saat ini koleksinya memang belum bisa ditemukan di department store ataupun toko-toko besar. ”Masih di workshop di rumah, tapi alhamdulillah, responsnya sudah cukup bagus,” katanya, menambahkan hampir 60 persen koleksi yang dipamerkan di runwaysudah laku terjual.
”Sekarang ini saya masih menjajaki pasar,tapi ke depannya memang ada rencana bekerja sama dengan department store agar koleksi Ikat Indonesia bisa dinikmati pasar yang lebih luas,” sebut desainer yang mematok koleksinya dengan harga minimal Rp600 ribu tersebut.
sumber
Komentar
Posting Komentar